Pejabat di Brussels berencana merombak pasar listrik Uni Eropa untuk memprioritaskan energi terbarukan yang lebih murah, meskipun ada peringatan dari pelaku industri bahwa reformasi tersebut dapat menghambat investasi di pembangkit listrik tenaga angin dan matahari.
Proposal tersebut datang setelah tekanan berbulan-bulan dari sejumlah negara anggota, terutama Perancis dan Spanyol, yang mendesak komisi energi UE untuk mengakhiri sistem di mana bahan bakar yang paling mahal di blok - saat ini gas, diikuti oleh batu bara - menjadi acuan untuk menetapkan harga untuk semua listrik yang dihasilkan.
Harga listrik yang melonjak di Eropa nyaris setahun terakhir terjadi karena mekanisme pasar dan perdagangan tenaga listrik yang relatif berbeda dengan kawasan dunia lain.Pasar listrik Eropa menggunakan skema marginal pricing atau yang lebih dikenal dengan "merit order" yang memprioritaskan energi yang lebih murah untuk memenuhi kebutuhan listrik, namun harga dipatok oleh produsen dengan biaya paling tinggi.
Secara sederhana UE akan melelang pasokan listrik kepada sejumlah produsen, dengan harga yang murah diutamakan lalu dilanjutkan dengan tertinggi yang masuk dalam penawaran untuk memenuhi pasokan energi akan dijadikan patokan. UE kemudian membeli dengan harga patokan tertinggi tersebut, tanpa melihat dari mana sumber listrik dihasilkan.
Artinya perusahaan produsen listrik energi terbarukan dengan biaya produksi lebih murah akan memperoleh keuntungan lebih besar dan pada akhirnya ini menjadi insentif bagi pengusaha untuk mengembangkan ladang angin dan panel surya.
Selama ini aturan tersebut tidak mengalami kendala signifikan, karena gas semula dapat diandalkan. Akan tetapi karena krisis baru-baru ini harga patokan tersebut naik signifikan. Sebagai gambaran, untuk memenuhi seluruh energi Eropa akan dibutuhkan gas sebagai sumber energi yang paling mahal. Pada Agustus 2020 harga pasar listrik Eropa sekitar 50 euro per MWh sedangkan pada Agustus 2022 lalu melonjak di atas 300 euro per MWh.
Aturan ini menguras kantong masyarakat Eropa, khususnya yang memperoleh listrik dari sumber terbarukan yang lebih murah, namun tetap harus membayar pada harga yang sama seolah-olah mereka memperoleh listrik dari gas.
Sebaliknya pembangkit listrik dari sumber terbarukan menjadi pihak yang paling diuntungkan, karena UE membeli di harga yang sama dengan listrik dari gas, padahal biaya produksinya rendah sekali.
Perusahaan listrik dari energi terbarukan yang cuan besar telah dikenakan windfall tax yang hasilnya diteruskan ke konsumen dan direncanakan akan diperpanjang hingga akhir tahun 2023.
Energi terbarukan menyumbang sekitar dua per lima produksi listrik Eropa pada tahun 2020, dengan 36% berasal dari bahan bakar fosil dan 25% dari nuklir, menurut data Komisi Eropa.
Bauran tersebut secara tidak langsung menjadikan harga energi terbarukan sering kali dipatok menggunakan harga bahan bakar fosil. Hal ini yang sejatinya ingin diubah.
Financial Times menyebut komisi energi EU menyarankan untuk membuat energi terbarukan lebih mencerminkan "biaya produksi sebenarnya", mengingat begitu infrastruktur dibangun, sumber energi untuk ladang angin atau panel surya pada dasarnya dapat dikatakan gratis.
Artinya skema marginal pricing berencana untuk dihapuskan.
Prancis, penghasil tenaga nuklir terbesar di UE, dan Spanyol yang menghasilkan hampir separuh listrik dari energi terbarukan, telah menjadi pendukung paling vokal untuk pemisahan gas dan harga energi terbarukan. Hal ini wajar, karena meski kedua negara tersebut memproduksi listrik dengan harga murah, penduduknya tetap harus membayar di harga yang mahal.
Meski demikian sejumlah pelaku industri ikut berang dan mengatakan proposal Brussels akan merusak kontrak jangka panjang seperti perjanjian pembelian listrik (PPA). Ini didasarkan pada harga rata-rata selama masa kontrak dan memastikan pengembang menerima return investasi mereka.
Jika aturan baru disahkan, hal ini akan menjadi realitas pelik bagi pengusaha PLTU batu bara dan gas. PPA sendiri bisa bernilai ratusan juta euro karena dan bertahan 10 atau 15 tahun. Artinya jika fundamental pasar tiba-tiba berubah, investasi yang telah ditanam berpotensi ikut melayang.
Aturan tersebut juga berpotensi akan berpengaruh pada harga acuan gas dan batu bara global.
Parlemen Uni Eropa mengatakan akan meluncurkan konsultasi tentang kemungkinan reformasi, dan menerbitkan proposal lengkap pada akhir Maret.
Uni Eropa meminta negara-negara anggota untuk memotong konsumsi gas sekitar 15% dan telah menyetujui windfall tax sementara juga diberlakukan kepada perusahaan minyak dan gas.
UE sebelumnya juga telah menentukan batas atas harga grosir energi dari gas untuk meringankan beban masyarakat. Harga tersebut ditetapkan di 180 euro/MWh, untuk mencegahnya potensi kenaikan kembali ke rekor tertinggi Agustus sebesar 340 euro/MWh dan telah ditandatangani oleh para menteri pada bulan Desember. Sumber CNBC