Bubble tea saat ini menjadi minuman kekinian favorit anak muda.
Minuman susu-teh ini berisi bola-bola kenyal tapioka di dalamnya.
Tidak hanya di Indonesia, kedai bubble tea banyak ditemui juga di Taiwan.
Karena banyaknya kedai yang menyajikan bubble dengan beragam variasi, maka diperlukan teknik penjualan yang unik untuk menarik perhatian pembali.
Salah satu contoh promosi yang paling populer yaitu "Beli 1 Gratis 1."
Namun ternyata tak semua orang paham maksud strategi promosi tersebut.
Gadis satu ini contohnya, ketika maksud promosi tak sesuai seperti yang ada di pikirannya, gadis itu merasa jengkel.
Salah satu kedai bubble tea menawarkan "Beli 3 Gratis 1".
Maka kebanyakan orang pun tau bahwa pembeli akan mendapatkan satu minuman ekstra jika membeli 3 minuman.
Namun, gadis itu memutuskan untuk membeli 6 tapi hanya membayar setara 4 harga.
Padahal, gadis itu seharusnya tetap membayar 6 dan menerima 2 bubble tea lagi secara gratis.
Penjaga toko kemudian bertanya pada gadis itu:
"Mbaknya pesan 6 cup dan akan dapat 2 cup lagi gratis. Ingin bubble tea yang mana untuk 2 cup gratisnya?"
Tapi gadis itu tak langsung menjawab.
Ia punya definisi sendiri tentang "Beli 3 Gratis 1" itu.
"Promosi bilang jika aku beli 6 cups, maka aku akan dapat 2 cup gratis kan? Artinya aku hanya perlu bayar 4 cups karena dua lainnya gratis, begitu kan?"
Si penjaga toko menjawab, "Tapi jika mbaknya pesan hanya 4 cups, maka tak bisa dimasukkan promosi "Beli 6 Gratis 2"."
Mendengar jawaban si penjaga kedai, pembeli itu pun kaget dan marah.
Ia bahkan menuduh kedai bubble tea hanya hanya tipu-tipu saja.
Karena tak sesuai ekspektasinya, pembeli itu pun pergi begitu saja.
Seperti yang diketahui kebanyakan orang, "Beli 6 Gratis 2" artinya pelanggan akan mendapat 2 tambahan minuman gratis jika mereka membeli 6 minuman.
Kesimpulannya, pelanggan akan dapat total 8 gelas tetapi hanya membayar 6 gelas saja.
Hal itulah yang tak dimengerti gadis tersebut.
Nampaknya teori "Pelanggan Selalu Benar" tak bisa selalu diterapkan dalam bisnis apapun.
Sumber: Tribun